PENCEMARAN DANAU TOBA & SOLUSI PENANGGULANGANNYA UNTUK MEWUJUDKAN DANAU TOBA “THE MONACO OF ASIA”

Ir. Heri Batangari Nst., M.PsiOleh : Ir. Heri Batangari Nst., M.Psi (Direktur Air Limbah PDAM Tirtanadi)

Sejak ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, Danau Toba sebagai salah satu danau terbesar di dunia yang diharapkan menjadi salah satu destinasi wisata favorit ternyata masih belum mampu untuk menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara untuk “beramai-ramai dan berulang kali” mengunjunginya.

Selanjutnya pada tahun 2011, Danau Toba yang merupakan Danau Kaldera, diusulkan untuk menjadi anggota Global Geopark Networking (GGN) UNESCO dengan sebutan Geopark Toba. Dalam perkembangannya mengingat bahwa yang bernilai warisan dunia adalah peninggalan dari letusan super volcano Toba yang berdampak global berupa Danau Toba yang tiada lain adalah suatu Kaldera Kuarter terbesar di dunia, maka diusulkan nama geopark tersebut pada tahun 2013 dengan nama Geopark Kaldera Toba (GKT). Namun sepertinya tetap saja Danau Toba masih sepi dari kunjungan wisatawan. Bahkan kita patut bersedih sebab hingga saat ini usulan untuk menjadi anggota GGN belum disetujui oleh UNESCO.

Terakhir pada tahun 2015, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli menetapkan 10 (sepuluh) lokasi daerah sebagai Kawasan Wisata Khusus yang salah satunya adalah Danau Toba untuk disulap menjadi The Monaco of Asia. Adapun 10 kawasan wisata yang nantinya akan dibentuk badan otoritas adalah Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Borobudur, Bromo, Mandalika, Pulau Komodo, Wakatobi, dan Morotai. Sebagai tindaklanjutnya, diharapkan pada tahun 2016 ini sudah terbentuk suatu Badan Otoritas yang akan bertugas untuk mengelola dan mengembangkan Kawasan Danau Toba (Badan Otoritas Pariwisata Danau Toba).

Keseriusan untuk menyulap Danau Toba sebagai The Monaco of Asia dengan membentuk Badan Otoritas Danau Toba dimulai dengan dilaksanakannya Rapat Koordinasi oleh 5 Kementerian di Institut Teknologi Del, Laguboti, Toba Samosir, Sumatera Utara pada tanggal 9/1/2016 yang lalu. Kelima Kementerian tersebut masing-masing : Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menko Polhukam Luhut B. Panjaitan, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan dihadiri oleh Plt. Gubernur Sumatera Utara, Kapoldasu, dan Bupati dari 7 Kabupaten di Kawasan Danau Toba.

Presiden Jokowi juga menunjukkan sikap serius mengenai hal ini saat memimpin Rapat Terbatas (Ratas) pada tanggal 2/2/2016 yang lalu. Beliau mendukung penuh pengembangan sektor pariwisata untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa.Berbagai langkah telah diprogramkan untuk mewujudkannya.

Persoalan Limbah Domestik

Mimpi untuk menyulap Danau Toba menjadi The Monaco of Asia akan sangat sulit untuk menjadi kenyataan jika tidak didukung oleh seluruh elemen masyarakat terutama oleh daerah yang berada di sekitar Kawasan Danau Toba. Sebagaimana diketahui, terdapat 7 Kabupaten yang termasuk di dalam Kawasan Danau Toba, yaitu : Kabupaten Karo, Dairi, Humbang Hasundutan, Samosir, Simalungun, Toba Samosirdan Tapanuli Utara. Secara administratif, seluruh wilayah Kabupaten Toba Samosir masuk ke dalam Kawasan Danau Toba, sedangkan Kabupaten lain hanya sebagian. Dari ke 7 Kabupaten tersebut, terdapat 43 Kecamatan dengan jumlah penduduk sebanyak 624.265 jiwa (sumber : BPS Kabupaten) yang masuk ke dalam Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba.

Dengan jumlah Kecamatan dan Penduduk yang cukup banyak yang berada di DTA Danau Toba berdasarkan data di atas, bisa dikatakan bahwa salah satu sumber pencemar utama Danau Toba adalah yang berasal dari limbah rumah tangga (limbah domestik). Berikut adalah data Beban Limbah Domestik Dari DTA Danau Toba :(Sumber : BLH Provinsi Sumatera Utara).

Dari data di atas, terlihat bahwa kontributor utama beban pencemar limbah domestik terhadap Danau Toba adalah Kabupaten Toba Samosir, diikuti oleh Kabupaten Samosir dan Humbang Hasundutan, sedangkan kontributor terkecil adalah Kabupaten Dairi, sesuai dengan besarnya jumlah penduduk di DTA Danau Toba pada masing-masing Kabupaten.

Kemudian berdasarkan studi yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara melalui pemantauan status mutu air Danau Toba yang dilakukan pada 22 titik sampling dalam kurun waktu 2005-2010, diketahui bahwa kualitas air Danau Toba terus mengalami peningkatan pencemaran yang berasal dari limbah domestik sehingga status mutu air Danau Toba pada titik-titik pemantauan didominasi oleh status Cemar Sedang. Sebagaimana kita ketahui, Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) menetapkan kategori Indeks Kualitas Air (IKA) terdiri dari kategori Baik, Cemar Ringan, Cemar Sedang, dan Cemar Berat.

Data Hasil Pemantauan Mutu Air Danau Toba (2005-2010) :

No Desa Kesimpulan
1 TONGGING Cemar Sedang
2 HARANGGAOL Cemar Sedang
3 SALBE Cemar Sedang
4 TIGARAS Cemar Sedang
5 PARAPAT Cemar Sedang
6 SIMANINDO Cemar Sedang
7 AJIBATA Cemar Sedang
8 TENGAH SILALAHI Cemar Sedang
9 AMBARITA Cemar Sedang
10 TOMOK Cemar Sedang
11 ONAN RUNGU Cemar Sedang
12 TENGAH TAO SILALAHI Cemar Ringan
13 SIREGAR AEK NALAS/SIGAOL Cemar Sedang
14 PORSEA Cemar Sedang
15 BALIGE I Cemar Sedang
16 BALIGE II Cemar Sedang
17 LINTONG Cemar Ringan
18 MUARA Cemar Sedang
19 BAKARA Cemar Sedang
20 PALIPI/MOGANG Cemar Sedang
21 PANGURURAN Cemar Sedang
22 SILALAHI Cemar Sedang

Sumber : IKLH Danau Toba 2011, BLH Prov. SU

Berdasarkan data di atas, hanya dua lokasi sampling yakni di Tengah Tao Silalahi dan di Lintong status mutu air Danau Toba adalah Cemar Ringan, selebihnya adalah kategori Cemar Sedang dan dikawatirkan akan meningkat menjadi kategori Cemar Berat jika tidak segera dilakukan upaya penanggulangan dan pengelolaan terhadap limbah domestik dimaksud.

Pengelolaan Air Limbah Domestik

Sebenarnya upaya penanganan pencemaran Danau Toba dari limbah domestik sudah mulai dilakukan sejak tahun 1996 dengan dibangunnya Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik yang berlokasi di Desa Sijambur, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir dan mulai beroperasi sejak tahun 2000. IPAL ini dibangun dengan dana pinjaman dari Jepang (OECF) sebesar 7,3 milyar rupiah. Pelayanan yang direncanakan adalah untuk mengelola air limbah domestik yang berasal dari masyarakat di Kota Parapat ibukota Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, dan Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir melalui sistem perpipaan yang telah terpasang sepanjang ± 15.000 m yang dilengkapi dengan 128 buah manhole dan 3 unit stasiun pompa untuk diolah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang dikelola oleh PDAM Tirtanadi.

IPAL yang dibangun menggunakan proses mikrobiologi di atas lahan seluas 2 Ha. Kapasitas pengolahan air limbah didesain sebesar 2.000 m3/hari atau setara dengan 3.000 sambungan rumah tangga. Terdapat beberapa unit pengolahan yang terdiri dari : Kolam Aerasi, Kolam Fakultatif dan Kolam Maturasi. Masing-masing kolam aerasi dan fakultatif dilengkapi dengan aerator, sedangkan kolam maturasi tidak dilengkapi dengan aerator. Hasil akhir proses pengolahan dialirkan ke Sungai Sera-Sera.

Permasalahannya adalah, dari kapasitas 3.000 sambungan yang dapat dilayani oleh sistem ini, baru hanya 300 sambungan (10%) yang memanfaatkannya. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat terutama hotel-hotel dan restaurant untuk menyalurkan air limbahnya ke dalam sistem pengelolaan air limbah yang sudah disediakan dan lebih cenderung membuangnya secara langsung ke Danau Toba.Sebagai contoh, Kelurahan Parapat, Tigaraja dan Nagori Sibaganding di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon mempunyai pantai Danau Toba yang memiliki fasilitas berupa hotel/bungalow dan restaurant serta fasilitas perkantoran yang berpotensi menghasilkan limbah yang cukup besar, antara lain :

FASILITAS HOTEL DAN RESTAURANT

1. Aek Sere Hotel 11. Hotel Toba
2. Danau Toba Cottage 12. Hotel Toba Hill
3. Hotel Atsari 13. Hotel Tobali
4. Hotel Budi Mulya 14. Losmen Saur
5. Hotel Danau Toba Intl’ 15. Pakan Baru Hotel
6. Hotel Darma Agung Beach 16. Parapat View Hotel
7. Hotel I and You 17. Penginapan Bina Guna
8. Hotel Maduma Indah 18. Penginapan Mars
9. Hotel Minpin Tua 19. Restaurant Asia
10. Hotel New Cendrawasih 20. Restaurant City
21. Hotel Niagara 34. Restaurant Gundaling
22. Hotel Olibert 35. Restaurant Hongkong
23. Hotel Pandu 36. Restaurant Paten
24. Hotel Parapat 37. Restaurant Sehat
25. Hotel Patra Jasa 38. Restaurant Sinar Pagi
26. Hotel Pelangi 39. Restaurant Singgalang
27. Hotel Samosir Pakpahan 40. Riris Inn
28. Hotel Sapadia 41. Siantar Hotel
29. Hotel Sedayu 42. Star Inn
30. Hotel Sinar Baru 43. Wisma Danau Toba AL/Wisata Bahari
31. Hotel Soloh Jaya 44. Wisma Retta
32. Hotel Tara Bunga 45. Wisma Samosir Pakpahan
33. Hotel Tara Bunga Sibigo

Dari sekian banyak hotel yang ada, hanya 3 hotel hotel yang sudah memanfaatkan pelayanan air limbah saat ini yaitu : Aek Sere Hotel, Hotel Darma Agung Beach, dan Hotel Inna Parapat.

FASILITAS PERKANTORAN DAN BANGUNAN PEMERINTAH LAINNYA

1. Kantor Camat: 1 unit 7. Kantor Pos dan Giro: 1 unit
2. Kantor Polisi Sektor (Polsek): 1 unit 8. Kantor PT. PLN: 1 unit
3. Kantor Rayon Militer (Ramil): 1 unit 9. Kantor PT. Telkom: 1 unit
4. Kantor Lurah: 3 unit 10. Kantor BMG: 1 unit
5. Kantor Pangulu: 2 unit 11. Kantor Satpol Airud: 1 unit
6. Kantor Dikjar: 1 unit 12. Bank Sumut: 1 unit
13. Kantor KUA: 1 unit 20. ATM Bank BNI: 1 unit
14. Kantor LLASD: 1 unit 21. SMA Negeri: 1 unit
15. Terminal: 1 unit 22. SMA/ SMP Swasta HKBP: 1 unit
16. Rumah Sakit Umum: 1 unit 23. SMP Negeri: 2 unit
17. Puskesmas: 1 unit 24. SD Negeri: 17 unit
18. Puskesmas Pembantu (Pustu): 2 unit 25. TK: 6 unit
19. Bank BRI: 1 unit

Memang tidak semua hotel dan restaurant maupun bangunan-bangunan besar yang enggan untuk memanfaatkan sistem ini, beberapa di antaranya sangat peduli namun hanya saja justru sarananya yang belum atau tidak mendukung. Hal ini disebabkan di beberapa lokasi, pipa saluran penghantar mengalami kerusakan dan kebocoran yang disebabkan antara lain karena terjadinya banjir beberapa waktu yang lalu yang menyebabkan terputusnya jaringan pipa di sepanjang jalur Sungai Sikara-Kara dan sebagian mengalami kerusakan akibat benturan kapal-kapal yang bersandar di tepi Danau Toba.

Upaya Menyeluruh dan Berkelanjutan

Upaya menyeluruh untuk menangani pencemaran limbah domestik ke perairan Danau Toba mutlak harus dilakukan melalui kerjasama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, dan 7 Kabupaten yang daerahnya berada di kawasan DTA Danau Toba sebab masalah sanitasi adalah menjadi urusan wajib pemerintah daerah sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Saat ini baru Master Plan Air Limbah Kota Parapat (2011-2031) saja yang sudah tersedia dan bisa dijadikan acuan untuk mengoptimalkan dan mengembangkan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL) yang melayani penduduk Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun dan Kec. Ajibata, Kabupaten Tobasa. Sedangkan ada 43 Kecamatan di 7 Kabupaten yang masuk di kawasan DTA Danau Toba. Untuk diusulkan agar segera dibuat Master Plan Air Limbah Kawasan Danau Toba yang meliputi 7 Kabupaten, dan tahapan pelaksanaan pembangunannya dapat dilakukan melalui sharing APBN (Loan maupun APBN murni) dan APBD.

Upaya berkelanjutan maksudnya adalah pengelolaan penanggulangan pencemaran perairan Danau Toba dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan, sebab biaya yang dibutuhkan untuk membangun SPAL yang baik tidaklah murah dan mustahil dapat diselesaikan dalam waktu 1-2 tahun. Sebagai contoh, IPAL Parapat yang sudah beroperasi sejak tahun 2000 hingga kini tahun 2016 belum ada dilakukan pengembangannya. Bahkan sarana yang ada juga belum berfungsi secara optimal.

Selain itu, kampanye publik untuk membangun kesadaran masyarakat untuk tidak membuang limbah secara langsung ke Danau Toba juga harus dilakukan secara berkesinambungan. Perubahan prilaku tidak dapat terjadi secara cepat karena sudah menjadi kebiasaan. Aksi nyata seperti melakukan pembersihan sampah-sampah dan melakukan penghijauan, kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), tidak membuang sampah sembarangan, dapat dilakukan secara rutin dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat dan dapat ditanamkan sejak dini kepada anak-anak di sekolah. Pemerintah dapat menggandeng NGo’s dan Lembaga-Lembaga atau Aktivis Peduli Lingkungan untuk hal ini. Singapura saja butuh waktu 50 tahun untuk membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah domestik dan hingga saat ini terus melakukan kampanye publik kepada masyarakatnya sehingga hidup bersih sudah menjadi budaya bagi warganya. Mudah-mudahan kita juga dapat melestarikan Danau Toba sebagai warisan dan anugerah alam yang terindah untuk menjadi Monaco-nya Asia sebagai destinasi wisata andalan sebagaimana istilah ‘jangan mati sebelum ke Danau Toba walau sekalipun’.